"Ibuuuu.....!!!" seorang anak kecil berlari
menuju ibunya yang berada disudut taman sekolah sambil menangis tersedu-sedu.
"Icha.. kenapa sayang? Ada apa? Mengapa menangis
seperti itu?" dengan wajah yang sedih pula wanita berusia 27 tahun itu
mendekati dan merangkul anaknya.
"icha..ichaa .. diledekin temen icha bu.. katanya..
katanya.. icha seperti alien bu.. icha nggak punya telinga 2 bu..
te..terus tangan Icha nggak normal karena icha punya 6 jari bu. huaaa
" tangis anaknya semakin kencang hingga mata sang ibupun mulai
berkaca-kaca.
"icha sayang.. semua manusia itu lahir dengan
kekurangan dan kelebihannya masing-masing sayang, Allah sudah mentakdirkan itu
semua.. Icha harus bersyukur walau diberi satu telinga, yang penting masih bisa
mendengar ibu, kan?"
Anak kecil itupun mengganguk sambil menggosok kedua
matanya.
"tapi..tapi icha gak kuat! Icha diledek setiap hari
bu.." tangisnya pun kembali memecah suasana taman sekolah.
"Bagaimana kalau besok Icha pergi ke sekolah pakai
jilbab? Seperti ibu ini"
"emm.. Iya bu Icha mau biar nggak diledekin
lagi kan bu?"
"iya sayang, ya sudah kita pulang ya"
15 Tahun Kemudian
Danisha Putri atau sering dipanggil Icha kini sudah
tumbuh menjadi gadis dewasa yang sangat cantik. Jilbab lebar yang menutupi
dadanya membuat ia terlihat semakin
cantik. Banyak lelaki yang ingin meminangnya
dan sudah melamarnya yang namun banyak pula tolakan halus yang ia
lontarkan. Lantaran ia lebih memilih kuliahnya demi meraih cita-citanya menjadi
seorang pegawai kantoran.
"Icha, lamaran anaknya Bapak Rusli mengapa kamu
tolak juga? Menurut ibu, ia pantas menjadi suamimu" ujar sang ibu dengan
rasa kecewa.
"Anaknya juga baik, penuh kasih sayang. Ibu yakin
kamu dia bisa membaahagiakanmu"
"Tapi bu, Icha ingin mencari suami seperti almarhum
ayah bu. Ayah begitu tegas dan penuh kasih sayang dalam mendidik Icha. Ayah
juga lembut sikapnya terhadap ibu. Icha belum pernah melihat ayah dan ibu
bertengkar juga. Tidak seperti teman Icha yang dikampus bu. Suaminya memang
baik hati, penuh kasih sayang, romantis pula. Tapi, beberapa bulan kemudian
suaminya menjadi berperangai kasar. Icha hanya takut itu terjadi bu. Apalagi
fisik Icha yang.."
"Su..sudahlah anakku. Itu murni pemberian Allah.
Bersyukur saja nak. Ibu yakin jauh disana akan ada jodohmu yang akan menerimamu
apa adanya." Ibunya mulai menenangkan sang anak. Memang, anaknya ini
memiliki rasa minder yang cukup tinggi dan membuat sang ibu harus selalu
memotivasi dirinya.
"Kelak akan ada sang pangeran yang akan membawamu ke
syurga-Nya. Ibu yakin itu sayang." Sang ibu memeluk erat sambil mengelus
jilbab ungu kesukaan anaknya itu dan tak terasa air matanya mulai berjatuhan .
Ibu Icha jauh lebih rapuh daripada Icha yang masih bisa mem-masa bodoh-kan
gunjingan teman-temannya, tapi sang ibu sangat terpukul bila anaknya yang tidak
sempurna ini menjadi bahan tertawaan orang lain. Karena pada dasarnya, orang
tua mana yang rela anaknya digunjing karena tidak sempurna?
-----
Matahari pagi sudah menampakkan diri. Ayam berkokok tanda
subuh telah datang membuat wanita cantik itu bangun dan bergegas menuju
kampusnya. Tak lupa qiyamul lail dan membersihkan rumah ia jadikan rutinitas
sehari-hari.
"Icha sarapan sudah siap nak"
"Iya bu, iya cuci tangan dulu"
"Ohiya ca, hari ini ibu mau bertemu teman lama ibu.
Beliau teman ibu saat SMA. Oh iya, boleh ibu minta tolong?"
"Minta tolong apa bu?"
"Antarkan ibu ke Masjid Ar-Raudhah, ibu akan bertemu
Ibu Susi disana. Lagipula karena ada acara pengajian juga"
"Oh.. boleh saja bu, lagian hari ini Icha hanya satu
mata kuliah"
"Ya sudah nanti sore ibu antarkan ya nak. Tapi
motormu si putih tidak ngambek lagi kan?"
"Sudah tidak dong bu he..he.. Kemarin Icha servis
jadi ya .. sudah bisa diajak kompromi deh.. Eh bu, Icha berangkat dulu ya bu,
nanti takut terlambat. Assalamualaikum.". Icha berpamitan pada sang ibu
seraya mengecup keningnya.
"Waalaikumsalam. Hati-hati ya sayang"
Jam kini sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, artinya Icha
harus bergegas mengantarkan ibunya ke Majelis Ta'lim Ar-Raudhah. Setelah
menemui ibunya, Icha langsung berangkat dengan motor kesayangannya itu.
Dan sesampainya di Masjid Ar-Raudhah..
"Assalamualaikum Bu Anis.."
"Eh.. Waalaikumsalam Bu Susi. Aduh, bagaimana
kabarnya? Sudah lama sekali tidak berjumpa dengan sobat SMA"
"Saya baik bu, oh iya ibu sendiri bagaimana?"
"Saya juga baik, oh iya bu kenalkan anak saya ini
namanya Icha"
"Saya Icha bu" seraya mengulurkan tangannya
untuk salaman.
"Wah, cantik sekali ya anaknya.. Eh saya juga mau
kenalkan ibu sama anak saya. Zidni sayang, kemari nak." panggil Bu Susi
dengan lembut.
"Iya ada apa bu?" suara khas yang lembut
terdengar dari belakang mobil dan membuat Icha bertanya-tanya akan rupa lelaki
itu.
"Suaranya lembut, pasti orangnya baik hati. Duh,
penasaran deh sama orangnya" gumam Icha.
Akhirnya sosok yang ia tunggu-tunggu kini sudah
dihadapannya. Betapa tampan dan gagahnya anak Bu Susi itu. Sudah tampan, bersuara
lembut, berperawakan tinggi, kulitnya putih dan berkaca mata.
"Masya Allah tampannya anak Bu Susi itu. Eh,
astaghfirullah tetap jaga pandangan Cha!" gumam Icha lagi dan ia hanya
bisa menundukkan kepalanya.
"Zidni, kenalkan ini teman lama ibu loh.. Namanya
Ibu Anis, oh iya dan ini anaknya namanya Icha".
"Saya Zidni bu" ucap Zidni dengan lembut sambil
mencium punggung tangan Bu Anis. Tak lupa juga ia menyunggingkan senyuman
kepada Icha yang membuatnya semakin tersipu malu.
"Ya sudah Icha, kamu boleh pulang sekarang. Jangan
lupa jaga rumah yaa.."
"Baik bu. Icha pamit pulang bu, Tante Susi sama Kak
Zidni. Assalamualaikum" ucap Icha yang meninggalkan mereka bertiga.
"Waalaikumsalam"
"Ohiya Zidni, katanya kamu juga ada urusan kantor
kan? Ya sudah kamu selesaikan saja. Biar ibu dan Bu Anis saja. Lagipula
pengajiannya akan dimulai beberapa menit lagi".
"iya bu, Zidni pamit pulang juga ya bu, Tante Anis.
Assalamualaikum" ucap Zidni dan melangkahkan kakinya ke mobil.
"Waalaikumsalam"
"Oh iya bu mari kita ke dalam, acaranya sudah
dimulai"
Satu setengah jam pun sudah berlalu dan acara pengajian
berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Kini kedua sobat lama itu segera
meninggalkan masjid.
"Wah Bu Susi, saya tidak nyangka anak ibu setampan
itu. he.he." puji Bu Anis.
"Ah, biasa saja bu. Lagipula tampannya itu menurun
dari suami saya, anak ibu juga tak kalah cantik toh bu"
Bu Anis hanya tersenyum.
"Anak ibu usia berapa?"
"Alhamdulillah baru 21 tahun, dia sedang kuliah
manajemen bu. Kalau anak ibu?"
"Masih muda bu, anak saya sudah 28 tahun. Tapi,
belum juga menikah. Hh, padahal saya sudah ingin menimang cucu. Jadi ya,
ayahnya paksakan menikah dengan anak teman kerjanya. Mudah-mudahan jodohnya ya
bu, bulan depan akan melangsungkan akad."
"Subhanallah, semoga lancar ya bu.."
***
"Icha, kenapa belum tidur? Ada yang sedang
dipikirkan?" tanya sang ibu kepada Icha yang sedari tadi hanya melamun
sambil tersenyum-senyum.
"Kenapa ya bu, Icha terus memikirkan Kak Zidni?
Wajahnya, senyumnya, tutur katanya terus terngiang dipikiran Icha. Mmm, apa
jangan-jangan Icha suka sama Kak Zidni? Duh.he.he.he"
"Hush jangan begitu , nak. Zidni anaknya Bu Susi itu
akan menikah bulan depan! Jangan sampai kamu memikirkan hal yang disukai
syaiton, nak"
"Apa bu? Ibu tau darimana kalau Kak Zidni akan menikah?"
"Tadi saat pengajian ibunya yang bercerita kepada
ibu"
"Yah.. Kenapa sih bu?Icha ingin punya suami
seperti Kak Zidni bu. Itu suami yang Icha harapkan bu. Apa Icha tidak pantas
dengan Kak Zidni?"
"Icha sayang, bukan tidak pantas. Ingatlah bahwa
sesuatu yang sudah ditakdirkan milik kita, maka akan menjadi milik kita"
"icha ingin jodoh seperti Kak Zidni bu. Tapi apa
orang cacat seperti Icha layak mendapatkan suami seperti Kak Zidni?".
Wajah cantik Icha sudah mulai meneteskan air mata pesimis.
"Berdoalah kepada Allah nak. Karena hanya doa yang
bisa merubah semuanya."
Ibunya sangat paham sekali apa yang anaknya rasakan.
Beliau sangat takut apabila suami Icha kelak tidak menerimakan dirinya. Ia juga
takut apabila dengan fisik Icha maka sang suami akan meninggalkan Icha dan
mencari wanita yang menurutnya sempurna. Apalagi kini Icha sering sakit-sakitan
dan kehilangan setengah fungsi pendengarannya.
***
"Icha .. Icha" panggil seorang wanita muda yang
usianya tidak jauh beda dengannya.
"Carla, ada apa?"
"Hari ini, asisten dosen kita digantikan sementara loh"
"Lalu? Ada yang berubah?"
"Tidak sih, tapi setidaknya ini trending topic di
kelas!"
"Oh.."
"Mengapa hanya oh saja Icha.. Jika kamu tahu siapa
dia kamu pasti tercengang!"
"Apa istimewanya dia?"
"Icha! Dia! Dia tampan sekali! Aku yakin dia sholeh!
Hh, calon imam yang baik"
"aamiin"
"Pokonya kamu harus liat deh!"
"Duhhh Maya, nanti aja lah.. kan nanti kita juga ada
pengumpulan jurnal dan makalah. Ya aku jadi males nih ketemu sama asisten
dosen"
"Loh kenapa? kamu yakin gak nyesel cha?"
"Ya enggaklah! kalau ketemu asisten dosen artinya
ada revisi."
"Bener juga cha.. Tapi kalau asistennya seperti dia
aku mau deh direvisi terus!"
"Hush! kamu ini ada-ada aja deh, kalau revisi terus
kapan kita melangkah ke tugas akhir?"
"Ha.. Ha.. Ha.. iya cha semoga saja bisa
bertemu asisten di luar jam revisi"
"Ya aamiin itu doamu kan may, aku mau print jurnal dulu ya! Sampai ketemu jam 3"
"Oke, dadah Icha"
---
"Apa yang membuat mahasiswi manajemen ini heboh?
Sedari tadi ku lihat banyak yang berbisik-bisik dan tersenyum setelah keluar
ruangan asisten" gumam Icha didalam hati.
"Icha!"
"Maya? Kamu belum asistensi juga?"
"Belum nih, harus antri"
"Astaghfirullah kok antri?"
"Iya soalnya banyak banget cha dan revisinya nggak
kelar-kelar. Oh iya kamu dapat antrian nomor 46 soalnya dilihat dari nomor
mahasiswa cha"
"Sekarang giliran nomor berapa?"
"38"
Ada 8 orang lagi yang harus Icha tunggu. Sedikit hal yang
membuat Icha bertanya-tanya "Mengapa asistensi mata kuliah ini harus
dengan nomor antrian? Biasanya kosong karena asisten dulu sangat perfeksionis
dan membuat mahasiswa takut" Sembari menunggu, Icha membaca Al-Qur'an
di handphone-nya. Satu surah telah dibaca dan kini giliran Icha
menghadap asisten dosen.
"46!"
"Icha! Namamu! Semangat cha!" ujar Maya
Icha melangkahkan kaki menuju ruangan tersebut dan....
"Subhanallah! Kak Zidni! Jadi
beliau ini yang menggantikan Bu Annekeu dan menjadi topik pembicaraan tadi
pagi!"
"Ya silahkan"
"Ini pak jurnal dan makalahnya"
Jantung Icha berdenyut tak karuan karena melihat orang
yang ia sukai ada dihadapannya.
"Ya Allah tolong jaga hati dan pikiran
hamba...."
"Jurnalnya sudah baik, dan .. sepertinya tidak ada
revisi lagi. Jadi saya acc saja ya."
"Emm ya terima kasih pak"
"Tapi tunggu, apa ini tidak salah metode untuk
menentukan nilai perusahaan?"
"Tidak pak saya merasa sudah benar, dan sebelumnya
asistensi dengan Bu Annekeu tidak ada yang salah, yang salah hanya
perhitungannya saja"
"Hmm... saya rasa ini salah. Memang metode apa yang
digunakan untuk menentukan nilai perusahaannya?"
"Saya menggunakan metode pendekatan pasar"
"Kenapa begitu? Saya lebih suka dengan metode
pendekatan laba"
"Tapi saya rasa pendekatan pasar lebih efektif,
karena perusahaan sejenis yang digunakan untuk menentukan nilainya. Memang perkiraan
laba kurang mewakili pada metode ini dan harus menggunakan perusahaan yang
sejenis sebagai pembandingnya. Tapi bukannya metode ini lebih sederhana? Dan
keunggulan dari metode ini kan kesederhanaanya? dan dengan Bu Annekeu
juga .. beliau mengatakan bahwa metode ini sangat bagus jika diterapkan pada
penentuan nilai perusahaan saya, kenapa bapak bilang ini salah?"
Icha yang memang berpendirian teguh dan selalu merasa
benar mulai menjelaskan argumennya hingga membuat Icha sedikit kesal karena ada
yang mengatakan laporannya salah.
"Ya.. ya .. ya saya mengalah, saya salah he..
he.."
"Apa yang dipikirkan Kak ZIdni
tiba-tiba mengatakan laporanku salah? Hmmm aku sangat kesal dan hampir saja aku
berteriak karena aku harus mengulangnya dari awal"
"ya sudah saya tanda tangani jurnal dan makalahmu ya
karena sudah tepat dan benar jadi tidak usah ada revisi lagi"
"Ya terima kasih"
Akhirnya Kak Zidni menandatangani laporannya dengan wajah
polosnya seakan tak tahu betapa kesalnya Icha saat itu. Setelah selesai, Icha
akhirnya keluar ruangan dengan hati yang sedikit kesal tetapi Icha juga bahagia
karena bisa bertemu orang yang ia sukai.
"Ternyata anak itu sangat kuat
berargumen dan teguh pendiriannya.. Hhh" ujar Zidni dalam hati dengan raut wajah
terkagum-kagum.
----
Lama tak terdengar kabar karena Kak Zidni sudah
digantikan kembali oleh Bu Annekeu membuat mahasiswa tidak antusias seperti
dahulu, Icha pun tidak tahu bagaimana kabar Kak Zidni sekarang. Tak tahu apakah
ia sudah menikah atau belum. Karena hampir 1 semester tak terdengar kabarnya.
Yang jelas minggu kemarin adalah minggu terindah bagi Icha. Bagaimana tidak,
karena pada saat itu Icha dinyatakan lulus sebagai sarjana manajemen dan
membuat ibunya bangga. Kini tinggal 2 minggu lagi Icha akan menghadiri acara wisudanya.
Seperti biasa, Ibunda Icha menghadiri acara ta'lim
gabungan dengan ibu-ibu di masjid yang lain. Tapi sudah hampir 5 bulan tak
terdengar kabar tentang sobat lamanya, yaitu Ibunda Zidni.
"Bu Susi!"
"Anis! Sudah lama yah tidak bertemu" sembari
ber-cipika cipiki
"Iya bu, oh iya memang ibu kemana saja tidak ikut
ta'lim gabungan?"
"Emm.. Hhhhh .. saya .. saya sangat terpukul
bu"
"Astaghfirullah, ada apa Bu Susi? Apa ada masalah
yang menerpa ibu? Apa saya bisa bantu?"
"Begini nis, Zidni tidak jadi menikah. Calon
istrinya kabur membawa mobil Zidni dan juga membawa cek senilai 500 juta
rupiah. Zidni merasa terpukul karena itu uang hasil jerih payahnya menabung
untuk keperluan pernikahannya"
"Astaghfirullahal adzim, apa ibu sudah lapor
polisi?"
"Sudah dan saya membantu Zidni mencari calon
istrinya itu, juga menenangkan Zidni karena semua harta Zidni hilang dan
bagaimana tidak kecewa, calon istrinya sudah menipu dan ternyata sudah memiliki
anak. Apa ibu Anis mau membantu saya dan ZIdni"
"hhh... mungkin ini memang jalan yang terbaik buat
Zidni, semoga Allah mengikhlaskan hatinya dan mengganti dengan yang lebih baik
ya bu. Pasti bu, saya akan membantu ibu lagipula kita sesama muslim harus
saling membantu"
"Aamiin bu.. saya sangat beterima kasih memiliki
sobat yang bisa mendukung"
"Alhamdulillah, ya sudah ayo bu kita masuk
saja"
----
Sepulang dari ta'lim Ibu Anis melihat putri kecilnya itu
tampak kebingungan dan membolak-balik sebuah kertas.
"Ananda.. apa yang membuat ananda bingung?"
"Ibu, apa Icha harus datang untuk interview
di kantor ini?"
"Icha sudah diterima?"
"Iya bu, tapi ... tapi Icha bingung! Apa Icha harus
datang atau tidak. Icha merasa kalau Icha tidak pantas, bekerja di kantoran,
memakai jas dan sepatu hak tinggi, juga berdandan ke kantor"
"Icha, kenapa harus seperti itu? Jadilah sederhana
dan tunjukkan kualitas diri, tidak usah berdandan tebal atau memakai sepatu
dengan hak tinggi"
"Jadi, menurut ibu Icha datang saja?"
"Iya Icha. Semoga saja rezeki dan jodoh Icha ada
disana"
"Aduhh ibuuuu....."
"Ha..Ha..Ha.."
Keesokkan harinya, Icha tampil sangat sederhana. Dengan
celana panjang berwarna mocha dan baju kemeja putih tak lupa jilbab
rawisnya yang menutupi mahkotanya. Icha berjalan menuju ruangan interview
dan mulai dites dengan beberapa pertanyaan. Alhamdulillah, berkat doa ibundanya
semua berjalan lancar dan pada sore harinya Icha dinyatakan diterima di kantor
tersebut.
Karena merasa penat sekaligus lega, Icha berjalan menuju
kafe disekitaran kantor dan mulai memesan, Es kopi dan roti bakar menjadi teman
santai Icha pada malam ini. Alangkah indah pemandangan kota malam hari yang
tampak pada jendela. Tak lama beberapa pengunjung kafe mulai berdatangan,
mengingat jam nongkrong anak muda sudah dimulai. Dengan wajah tersenyum-senyum
karena bahagia hingga satu pandangannya pun tertuju pada seorang lelaki
berperawakan tinggi. Icha memandang lelaki itu dengan wajah yang masih
tersenyum seolah mengisyaratkan senyuman manis itu padanya. Merasa terpanggil
oleh senyum Icha, lelaki itu yang tak lain adalah Kak Zidni, mantan asisten
dosennya membalas senyum Icha dan berjalan menuju meja Icha.
Berbeda dengan raut wajah Icha, ia merasa sudah salah
orang dan malu hingga Icha menundukkan pandangannya. Tapi mau bagaimana lagi
Kak Zidni sudah dekat ke meja Icha. Membuat jantung Icha berdebar tak karuan.
Bagaimana tidak, Icha memendam rasa pada Kak Zidni sejak semester lalu.
"Mmm danisha, boleh bapak duduk disini?"
"A...Emm.. ehh yaa boleh pak silahkan" dengan
terbata-bata
"Hhh mas! saya pesan kopi hangat saja ya satu"
"Baik pak"
Icha terlihat canggung dan merasa gugup setengah mati.
"Sudah lama ya danisha, kita tidak berjumpa.
Bagaimana kabarmu?"
"Eh.. baik pak. Bapak sendiri bagaimana?"
"Ahh tidak usah panggil bapak, terlalu kaku nis.
Panggil saja kakak, atau abang, atau mas he.. he.."
"Ohh eh he he iya kak Zidni"
"Kabar kakak insya Alla baik. Salam untuk ibu ya,
sudah lama tidak berjumpa"
"Oke kak"
"Oh iya nis, kamu baru kesini ya?"
"Iya kak baru.. baru hari ini"
Percakapan diantara mereka berdua mulai menuju topik yang
jauh. Hingga..
"Nis, rumahmu dimana?"
"Euu.... untuk apa kakak bertanya rumahku? Apa itu
penting?" dengan nada sedikit arogan karena ia merasa sangat terganggu. Ya
lagipula aneh saja untuk apa seorang lelaki bertanya rumahnya, memang ia ingin
melamar?!
"Tentu penting. Bagaimana kakak mau melamar danisha
kalau tidak tahu rumahnya"
DEG! Seketika jantung Icha berhenti berdenyut, tak tahu
kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya. Apa ini sebuah lelucon? Ini
sangat konyol! Setelah sekian lama tak bertemu dan ketika bertemu kak Zidni
hendak melamar?! Tak mungkin!
"Ah.. Ha .. Ha.. Ha.. kakak ada-ada saja. Pasti
bercanda, Kakak kan sudah menikah untuk apa bertanya begitu"
"Tidak kakak serius dan kakak belum menikah!
Danisha, apa mata kakak terlihat bohong? Apa wajah kakak terlihat sedang
bercanda?"
Memang Icha melihat wajah dan matanya begitu serius,
memancarkan cahaya kebaikan dan keteguhan akan ucapannya. Icha tak mampu
berkata apa-apa, ia takut ini semua hanya tipuan belaka.
"Danisha, kakak tidak jadi menikah. Kakak ditipu
calon kakak, mobil dan uang sudah hilang. dan yang lebih mengagetkan, calon
kakak sudah memiliki anak dan suami. Kakak sudah lelah, kakak juga ingin
memiliki pendamping dan menyempurnakan setengah agama kakak. Usia kakak sudah
semakin dewasa, kakak juga ingin memiliki keturunan. Kakak sedih melihat ibu
setiap hari menangis, karena kebahagiaan anaknya hilang dan tak terpancar
kembali. Kakak sangat terpukul akan hal itu, Ibu kakak sangat menginginkan
seorang cucu. Saat itu kakak sangat bingung, tak tahu harus bagaimana. Kakak
memohon ampunan dan petunjuk, hingga Ibu bilang bahwa ibu teringat dengan kamu
nis, Danisha Putri anak dari sobat lama ibu. Ibu bilang pada kakak kalau dia
sangat ingin Danisha jadi menantunya. Juga ibu Danisha sudah bilang kalau ia
janji akan membantu kakak dan ibu. Jadi kakak rasa ini jawaban dan
bantuannya."
"Emmm..."
Icha tak mampu berkata apa-apa. Perasaan bingung dan
bahagia bercampur menjadi satu.
"Danisha.."
Icha masih belum bergeming, ia semakin bingung akan
desakan dari Zidni
"Apa Danisha mau menikah dengan kakak?"
"Ta.. tapi apa ini tidak terlalu cepat? kita hanya
bertemu beberapa kali saja! Menikah itu bukan main-main kak!"
"Kakak tahu danisha, kakak tahu. Apa di usia yang
hampir berkepala tiga kakak masih main-main? Untuk apa bertemu sesering mungkin
kalau beberapa kali saja hati sudah mantap untuk meminang?"
"Apa kakak yakin? Apa kakak mau menerima Icha yang
tidak sempurna? Sifat Icha, fisik Icha?! Icha tidak sempurna, Icha cacat dari
lahir. Icha tidak seperti wanita lain yang secara fisik sempurna, icha ... Icha
..hiks"
Mata Icha mulai berkaca-kaca. Ia teringat sekali akan
gunjingan teman-temannya dulu yang mengatakan fisik Icha tidak sempurna. Icha
teringat betul saat ketua osis di SMA nya tahu dan memperolok fisik Icha.
Membuat hati dan jiwanya rapuh dan terluka. Icha merasa tidak pantas menjadi
pendamping hidup seorang lelaki yang rupa dan fisiknya sangat sempurna. Icha
bergeming, melihat keluar jendela, melihat akan bagaimana hidupnya esok,
melihat apa yang harus ia katakan pada lelaki dihadapannya.
"Danisha, kenapa berkata begitu? Tidak ada manusia
yang sempurna, kakak .. kakak juga tidak sempurna 100% . kakak masih banyak
kekurangan, sifat jelek, dan Allah yang menutupi semua aib kakak hingga
terlihat baik didepan orang lain.."
Icha tidak menghiraukan perkataan Zidni dan masih melihat
keluar jendela
"Danisha, fisik tidaklah penting. Jasad ini jika
sudah mati akan dimakan pula, kecantikan hati adalah kecantikan yang hakiki
dan abadi. Kakak tidak melihat seseorang dari rupa dan fisiknya. Lagi pula
kakak hanya membutuhkan wanita saleha untuk mendampingi kakak begitu pula calon
anak-anak kakak kelak.. Danisha, apa kakak terlihat berkata bohong?"
Icha menatap Kak Zidni, dilihatnya kedua matanya yang
mulai berkaca-kaca dan menunjukkan cinta sejati yang dalam. Perasaannya kini
semakin bingung, tapi rasa bahagia dan rasa keinginannya itu menerima
lamarannya begitu kuat dan semakin mendominasi.
"Ahh.. Apa yang harus aku lakukan? Hhh memang Icha
sudah suka dengan kakak saat kita pertama bertemu. Saat kakak menjadi asisten
dan sejak saat kakak pergi perasaan itu mulai berubah."
Zidni sedikit merasa kecewa mendengarnya, tetapi Icha
belum selesai bicara
"Perasaan itu semakin kuat dan terus terpikirkan
oleh Icha, rasa rindu dan rasa ingin bersama kakak terus mendominasi. Icha
berdoa, icha tak ingin rasa ini disalahgunakan, Icha .. Icha .. Icha.. Icha
semakin mencintai kakak"
Raut bahagia Zidni mulai terpancar dan menandakan
kebahagiaan sejati.
"Icha menerima lamaran kakak"
"Alhamdulillahi rabbil alamin"
"Jadi, kapan kakak bawa keluarga kakak?"
"Sekarang!"
Bismillahirrahmanirrahim
"Dan diantara tanda-tanda
(kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram padanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS.
Ar-Rum:21)
Pecah T-T, ini tuh ada unsur kisah nyatnya?atau emang fiksi aja kece aja ceritanya.
BalasHapus