Jumat, 30 Maret 2018

SUAMI UNTUK ISTRI YANG TIDAK SEMPURNA



"Ibuuuu.....!!!" seorang anak kecil berlari menuju ibunya yang berada disudut taman sekolah sambil menangis tersedu-sedu.


"Icha.. kenapa sayang? Ada apa? Mengapa menangis seperti itu?" dengan wajah yang sedih pula wanita berusia 27 tahun itu mendekati dan merangkul anaknya.


"icha..ichaa .. diledekin temen icha bu.. katanya.. katanya.. icha seperti alien bu.. icha nggak punya telinga 2 bu.. te..terus tangan Icha nggak normal karena icha punya 6 jari bu. huaaa " tangis anaknya semakin kencang hingga mata sang ibupun mulai berkaca-kaca.


"icha sayang.. semua manusia itu lahir dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing sayang, Allah sudah mentakdirkan itu semua.. Icha harus bersyukur walau diberi satu telinga, yang penting masih bisa mendengar ibu, kan?"


Anak kecil itupun mengganguk sambil menggosok kedua matanya.


"tapi..tapi icha gak kuat! Icha diledek setiap hari bu.." tangisnya pun kembali memecah suasana taman sekolah.


"Bagaimana kalau besok Icha pergi ke sekolah pakai jilbab? Seperti ibu ini"


"emm.. Iya bu Icha mau biar nggak diledekin lagi kan bu?"


"iya sayang, ya sudah kita pulang ya"





15 Tahun Kemudian





Danisha Putri atau sering dipanggil Icha kini sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang sangat cantik. Jilbab lebar yang menutupi dadanya membuat ia  terlihat semakin cantik. Banyak lelaki yang ingin meminangnya  dan sudah melamarnya yang namun banyak pula tolakan halus yang ia lontarkan. Lantaran ia lebih memilih kuliahnya demi meraih cita-citanya menjadi seorang pegawai kantoran.


"Icha, lamaran anaknya Bapak Rusli mengapa kamu tolak juga? Menurut ibu, ia pantas menjadi suamimu" ujar sang ibu dengan rasa kecewa.


"Anaknya juga baik, penuh kasih sayang. Ibu yakin kamu dia bisa membaahagiakanmu"


"Tapi bu, Icha ingin mencari suami seperti almarhum ayah bu. Ayah begitu tegas dan penuh kasih sayang dalam mendidik Icha. Ayah juga lembut sikapnya terhadap ibu. Icha belum pernah melihat ayah dan ibu bertengkar juga. Tidak seperti teman Icha yang dikampus bu. Suaminya memang baik hati, penuh kasih sayang, romantis pula. Tapi, beberapa bulan kemudian suaminya menjadi berperangai kasar. Icha hanya takut itu terjadi bu. Apalagi fisik Icha yang.."


"Su..sudahlah anakku. Itu murni pemberian Allah. Bersyukur saja nak. Ibu yakin jauh disana akan ada jodohmu yang akan menerimamu apa adanya." Ibunya mulai menenangkan sang anak. Memang, anaknya ini memiliki rasa minder yang cukup tinggi dan membuat sang ibu harus selalu memotivasi dirinya.


"Kelak akan ada sang pangeran yang akan membawamu ke syurga-Nya. Ibu yakin itu sayang." Sang ibu memeluk erat sambil mengelus jilbab ungu kesukaan anaknya itu dan tak terasa air matanya mulai berjatuhan . Ibu Icha jauh lebih rapuh daripada Icha yang masih bisa mem-masa bodoh-kan gunjingan teman-temannya, tapi sang ibu sangat terpukul bila anaknya yang tidak sempurna ini menjadi bahan tertawaan orang lain. Karena pada dasarnya, orang tua mana yang rela anaknya digunjing karena tidak sempurna?


-----


Matahari pagi sudah menampakkan diri. Ayam berkokok tanda subuh telah datang membuat wanita cantik itu bangun dan bergegas menuju kampusnya. Tak lupa qiyamul lail dan membersihkan rumah ia jadikan rutinitas sehari-hari.


"Icha sarapan sudah siap nak"


"Iya bu, iya cuci tangan dulu"


"Ohiya ca, hari ini ibu mau bertemu teman lama ibu. Beliau teman ibu saat SMA. Oh iya, boleh ibu minta tolong?"


"Minta tolong apa bu?"


"Antarkan ibu ke Masjid Ar-Raudhah, ibu akan bertemu Ibu Susi disana. Lagipula karena ada acara pengajian juga"


"Oh.. boleh saja bu, lagian hari ini Icha hanya satu mata kuliah"


"Ya sudah nanti sore ibu antarkan ya nak. Tapi motormu si putih tidak ngambek lagi kan?"


"Sudah tidak dong bu he..he.. Kemarin Icha servis jadi ya .. sudah bisa diajak kompromi deh.. Eh bu, Icha berangkat dulu ya bu, nanti takut terlambat. Assalamualaikum.". Icha berpamitan pada sang ibu seraya mengecup keningnya.


"Waalaikumsalam. Hati-hati ya sayang"


Jam kini sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, artinya Icha harus bergegas mengantarkan ibunya ke Majelis Ta'lim Ar-Raudhah. Setelah menemui ibunya, Icha langsung berangkat dengan motor kesayangannya itu.


Dan sesampainya di Masjid Ar-Raudhah..


"Assalamualaikum Bu Anis.."


"Eh.. Waalaikumsalam Bu Susi. Aduh, bagaimana kabarnya? Sudah lama sekali tidak berjumpa dengan sobat SMA"


"Saya baik bu, oh iya ibu sendiri bagaimana?"


"Saya juga baik, oh iya bu kenalkan anak saya ini namanya Icha"


"Saya Icha bu" seraya mengulurkan tangannya untuk salaman.


"Wah, cantik sekali ya anaknya.. Eh saya juga mau kenalkan ibu sama anak saya. Zidni sayang, kemari nak." panggil Bu Susi dengan lembut.


"Iya ada apa bu?" suara khas yang lembut terdengar dari belakang mobil dan membuat Icha bertanya-tanya akan rupa lelaki itu.


"Suaranya lembut, pasti orangnya baik hati. Duh, penasaran deh sama orangnya" gumam Icha.


Akhirnya sosok yang ia tunggu-tunggu kini sudah dihadapannya. Betapa tampan dan gagahnya anak Bu Susi itu. Sudah tampan, bersuara lembut, berperawakan tinggi, kulitnya putih dan berkaca mata.


"Masya Allah tampannya anak Bu Susi itu. Eh, astaghfirullah tetap jaga pandangan Cha!" gumam Icha lagi dan ia hanya bisa menundukkan kepalanya.


"Zidni, kenalkan ini teman lama ibu loh.. Namanya Ibu Anis, oh iya dan ini anaknya namanya Icha".


"Saya Zidni bu" ucap Zidni dengan lembut sambil mencium punggung tangan Bu Anis. Tak lupa juga ia menyunggingkan senyuman kepada Icha yang membuatnya semakin tersipu malu.


"Ya sudah Icha, kamu boleh pulang sekarang. Jangan lupa jaga rumah yaa.."


"Baik bu. Icha pamit pulang bu, Tante Susi sama Kak Zidni. Assalamualaikum" ucap Icha yang meninggalkan mereka bertiga.


"Waalaikumsalam"


"Ohiya Zidni, katanya kamu juga ada urusan kantor kan? Ya sudah kamu selesaikan saja. Biar ibu dan Bu Anis saja. Lagipula pengajiannya akan dimulai beberapa menit lagi".


"iya bu, Zidni pamit pulang juga ya bu, Tante Anis. Assalamualaikum" ucap Zidni dan melangkahkan kakinya ke mobil.


"Waalaikumsalam"


"Oh iya bu mari kita ke dalam, acaranya sudah dimulai"


Satu setengah jam pun sudah berlalu dan acara pengajian berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Kini kedua sobat lama itu segera meninggalkan masjid.


"Wah Bu Susi, saya tidak nyangka anak ibu setampan itu. he.he." puji Bu Anis.


"Ah, biasa saja bu. Lagipula tampannya itu menurun dari suami saya, anak ibu juga tak kalah cantik toh bu"


Bu Anis hanya tersenyum.


"Anak ibu usia berapa?"


"Alhamdulillah baru 21 tahun, dia sedang kuliah manajemen bu. Kalau anak ibu?"


"Masih muda bu, anak saya sudah 28 tahun. Tapi, belum juga menikah. Hh, padahal saya sudah ingin menimang cucu. Jadi ya, ayahnya paksakan menikah dengan anak teman kerjanya. Mudah-mudahan jodohnya ya bu, bulan depan akan melangsungkan akad."


"Subhanallah, semoga lancar ya bu.."


***


"Icha, kenapa belum tidur? Ada yang sedang dipikirkan?" tanya sang ibu kepada Icha yang sedari tadi hanya melamun sambil tersenyum-senyum.


"Kenapa ya bu, Icha terus memikirkan Kak Zidni? Wajahnya, senyumnya, tutur katanya terus terngiang dipikiran Icha. Mmm, apa jangan-jangan Icha suka sama Kak Zidni? Duh.he.he.he"


"Hush jangan begitu , nak. Zidni anaknya Bu Susi itu akan menikah bulan depan! Jangan sampai kamu memikirkan hal yang disukai syaiton, nak"


"Apa bu? Ibu tau darimana kalau Kak Zidni akan menikah?"


"Tadi saat pengajian ibunya yang bercerita kepada ibu"


"Yah.. Kenapa sih bu?Icha ingin punya suami seperti Kak Zidni bu. Itu suami yang Icha harapkan bu. Apa Icha tidak pantas dengan Kak Zidni?"


"Icha sayang, bukan tidak pantas. Ingatlah bahwa sesuatu yang sudah ditakdirkan milik kita, maka akan menjadi milik kita"


"icha ingin jodoh seperti Kak Zidni bu. Tapi apa orang cacat seperti Icha layak mendapatkan suami seperti Kak Zidni?". Wajah cantik Icha sudah mulai meneteskan air mata pesimis.


"Berdoalah kepada Allah nak. Karena hanya doa yang bisa merubah semuanya."


Ibunya sangat paham sekali apa yang anaknya rasakan. Beliau sangat takut apabila suami Icha kelak tidak menerimakan dirinya. Ia juga takut apabila dengan fisik Icha maka sang suami akan meninggalkan Icha dan mencari wanita yang menurutnya sempurna. Apalagi kini Icha sering sakit-sakitan dan kehilangan setengah fungsi pendengarannya.


***


"Icha .. Icha" panggil seorang wanita muda yang usianya tidak jauh beda dengannya.


"Carla, ada apa?"


"Hari ini, asisten dosen kita digantikan sementara loh"


"Lalu? Ada yang berubah?"


"Tidak sih, tapi setidaknya ini trending topic di kelas!"


"Oh.."


"Mengapa hanya oh saja Icha.. Jika kamu tahu siapa dia kamu pasti tercengang!"


"Apa istimewanya dia?"


"Icha! Dia! Dia tampan sekali! Aku yakin dia sholeh! Hh, calon imam yang baik"


"aamiin"


"Pokonya kamu harus liat deh!"


"Duhhh Maya, nanti aja lah.. kan nanti kita juga ada pengumpulan jurnal dan makalah. Ya aku jadi males nih ketemu sama asisten dosen"


"Loh kenapa? kamu yakin gak nyesel cha?"


"Ya enggaklah! kalau ketemu asisten dosen artinya ada revisi."


"Bener juga cha.. Tapi kalau asistennya seperti dia aku mau deh direvisi terus!"


"Hush! kamu ini ada-ada aja deh, kalau revisi terus kapan kita melangkah ke tugas akhir?"


"Ha.. Ha.. Ha.. iya cha semoga saja bisa bertemu asisten di luar jam revisi"


"Ya aamiin itu doamu kan may, aku mau print  jurnal dulu ya! Sampai ketemu jam 3"


"Oke, dadah Icha"


---


"Apa yang membuat mahasiswi manajemen ini heboh? Sedari tadi ku lihat banyak yang berbisik-bisik dan tersenyum setelah keluar ruangan asisten" gumam Icha didalam hati.


"Icha!"


"Maya? Kamu belum asistensi juga?"


"Belum nih, harus antri"


"Astaghfirullah kok antri?"


"Iya soalnya banyak banget cha dan revisinya nggak kelar-kelar. Oh iya kamu dapat antrian nomor 46 soalnya dilihat dari nomor mahasiswa cha"


"Sekarang giliran nomor berapa?"


"38"


Ada 8 orang lagi yang harus Icha tunggu. Sedikit hal yang membuat Icha bertanya-tanya "Mengapa asistensi mata kuliah ini harus dengan nomor antrian? Biasanya kosong karena asisten dulu sangat perfeksionis dan membuat mahasiswa takut" Sembari menunggu, Icha membaca Al-Qur'an di handphone-nya. Satu surah telah dibaca dan kini giliran Icha menghadap asisten dosen.


"46!"


"Icha! Namamu! Semangat cha!" ujar Maya


Icha melangkahkan kaki menuju ruangan tersebut dan....


"Subhanallah! Kak Zidni! Jadi beliau ini yang menggantikan Bu Annekeu dan menjadi topik pembicaraan tadi pagi!"


"Ya silahkan"


"Ini pak jurnal dan makalahnya"


Jantung Icha berdenyut tak karuan karena melihat orang yang ia sukai ada dihadapannya.


"Ya Allah tolong jaga hati dan pikiran hamba...."


"Jurnalnya sudah baik, dan .. sepertinya tidak ada revisi lagi. Jadi saya acc saja ya."


"Emm ya terima kasih pak"


"Tapi tunggu, apa ini tidak salah metode untuk menentukan nilai perusahaan?"


"Tidak pak saya merasa sudah benar, dan sebelumnya asistensi dengan Bu Annekeu tidak ada yang salah, yang salah hanya perhitungannya saja"


"Hmm... saya rasa ini salah. Memang metode apa yang digunakan untuk menentukan nilai perusahaannya?"


"Saya menggunakan metode pendekatan pasar"


"Kenapa begitu? Saya lebih suka dengan metode pendekatan laba"


"Tapi saya rasa pendekatan pasar lebih efektif, karena perusahaan sejenis yang digunakan untuk menentukan nilainya. Memang perkiraan laba kurang mewakili pada metode ini dan harus menggunakan perusahaan yang sejenis sebagai pembandingnya. Tapi bukannya metode ini lebih sederhana? Dan keunggulan dari metode ini kan kesederhanaanya? dan dengan Bu Annekeu juga .. beliau mengatakan bahwa metode ini sangat bagus jika diterapkan pada penentuan nilai perusahaan saya, kenapa bapak bilang ini salah?"


Icha yang memang berpendirian teguh dan selalu merasa benar mulai menjelaskan argumennya hingga membuat Icha sedikit kesal karena ada yang mengatakan laporannya salah.


"Ya.. ya .. ya saya mengalah, saya salah he.. he.."


"Apa yang dipikirkan Kak ZIdni tiba-tiba mengatakan laporanku salah? Hmmm aku sangat kesal dan hampir saja aku berteriak karena aku harus mengulangnya dari awal"


"ya sudah saya tanda tangani jurnal dan makalahmu ya karena sudah tepat dan benar jadi tidak usah ada revisi lagi"


"Ya terima kasih"


Akhirnya Kak Zidni menandatangani laporannya dengan wajah polosnya seakan tak tahu betapa kesalnya Icha saat itu. Setelah selesai, Icha akhirnya keluar ruangan dengan hati yang sedikit kesal tetapi Icha juga bahagia karena bisa bertemu orang yang ia sukai.


"Ternyata anak itu sangat kuat berargumen dan teguh pendiriannya.. Hhh" ujar Zidni dalam hati dengan raut wajah terkagum-kagum.


----


Lama tak terdengar kabar karena Kak Zidni sudah digantikan kembali oleh Bu Annekeu membuat mahasiswa tidak antusias seperti dahulu, Icha pun tidak tahu bagaimana kabar Kak Zidni sekarang. Tak tahu apakah ia sudah menikah atau belum. Karena hampir 1 semester tak terdengar kabarnya. Yang jelas minggu kemarin adalah minggu terindah bagi Icha. Bagaimana tidak, karena pada saat itu Icha dinyatakan lulus sebagai sarjana manajemen dan membuat ibunya bangga. Kini tinggal 2 minggu lagi Icha akan menghadiri acara wisudanya.


Seperti biasa, Ibunda Icha menghadiri acara ta'lim gabungan dengan ibu-ibu di masjid yang lain. Tapi sudah hampir 5 bulan tak terdengar kabar tentang sobat lamanya, yaitu Ibunda Zidni.





"Bu Susi!"


"Anis! Sudah lama yah tidak bertemu" sembari ber-cipika cipiki


"Iya bu, oh iya memang ibu kemana saja tidak ikut ta'lim gabungan?"


"Emm.. Hhhhh .. saya .. saya sangat terpukul bu"


"Astaghfirullah, ada apa Bu Susi? Apa ada masalah yang menerpa ibu? Apa saya bisa bantu?"


"Begini nis, Zidni tidak jadi menikah. Calon istrinya kabur membawa mobil Zidni dan juga membawa cek senilai 500 juta rupiah. Zidni merasa terpukul karena itu uang hasil jerih payahnya menabung untuk keperluan pernikahannya"


"Astaghfirullahal adzim, apa ibu sudah lapor polisi?"


"Sudah dan saya membantu Zidni mencari calon istrinya itu, juga menenangkan Zidni karena semua harta Zidni hilang dan bagaimana tidak kecewa, calon istrinya sudah menipu dan ternyata sudah memiliki anak. Apa ibu Anis mau membantu saya dan ZIdni"


"hhh... mungkin ini memang jalan yang terbaik buat Zidni, semoga Allah mengikhlaskan hatinya dan mengganti dengan yang lebih baik ya bu. Pasti bu, saya akan membantu ibu lagipula kita sesama muslim harus saling membantu"


"Aamiin bu.. saya sangat beterima kasih memiliki sobat yang bisa mendukung"


"Alhamdulillah, ya sudah ayo bu kita masuk saja"


----


Sepulang dari ta'lim Ibu Anis melihat putri kecilnya itu tampak kebingungan dan membolak-balik sebuah kertas.


"Ananda.. apa yang membuat ananda bingung?"


"Ibu, apa Icha harus datang untuk interview di kantor ini?"


"Icha sudah diterima?"


"Iya bu, tapi ... tapi Icha bingung! Apa Icha harus datang atau tidak. Icha merasa kalau Icha tidak pantas, bekerja di kantoran, memakai jas dan sepatu hak tinggi, juga berdandan ke kantor"


"Icha, kenapa harus seperti itu? Jadilah sederhana dan tunjukkan kualitas diri, tidak usah berdandan tebal atau memakai sepatu dengan hak tinggi"


"Jadi, menurut ibu Icha datang saja?"


"Iya Icha. Semoga saja rezeki dan jodoh Icha ada disana"


"Aduhh ibuuuu....."


"Ha..Ha..Ha.."





Keesokkan harinya, Icha tampil sangat sederhana. Dengan celana panjang berwarna mocha dan baju kemeja putih tak lupa jilbab rawisnya yang menutupi mahkotanya. Icha berjalan menuju ruangan interview dan mulai dites dengan beberapa pertanyaan. Alhamdulillah, berkat doa ibundanya semua berjalan lancar dan pada sore harinya Icha dinyatakan diterima di kantor tersebut.


Karena merasa penat sekaligus lega, Icha berjalan menuju kafe disekitaran kantor dan mulai memesan, Es kopi dan roti bakar menjadi teman santai Icha pada malam ini. Alangkah indah pemandangan kota malam hari yang tampak pada jendela. Tak lama beberapa pengunjung kafe mulai berdatangan, mengingat jam nongkrong anak muda sudah dimulai. Dengan wajah tersenyum-senyum karena bahagia hingga satu pandangannya pun tertuju pada seorang lelaki berperawakan tinggi. Icha memandang lelaki itu dengan wajah yang masih tersenyum seolah mengisyaratkan senyuman manis itu padanya. Merasa terpanggil oleh senyum Icha, lelaki itu yang tak lain adalah Kak Zidni, mantan asisten dosennya membalas senyum Icha dan berjalan menuju meja Icha.


Berbeda dengan raut wajah Icha, ia merasa sudah salah orang dan malu hingga Icha menundukkan pandangannya. Tapi mau bagaimana lagi Kak Zidni sudah dekat ke meja Icha. Membuat jantung Icha berdebar tak karuan. Bagaimana tidak, Icha memendam rasa pada Kak Zidni sejak semester lalu.


"Mmm danisha, boleh bapak duduk disini?"


"A...Emm.. ehh yaa boleh pak silahkan" dengan terbata-bata


"Hhh mas! saya pesan kopi hangat saja ya satu"


"Baik pak"


Icha terlihat canggung dan merasa gugup setengah mati.


"Sudah lama ya danisha, kita tidak berjumpa. Bagaimana kabarmu?"


"Eh.. baik pak. Bapak sendiri bagaimana?"


"Ahh tidak usah panggil bapak, terlalu kaku nis. Panggil saja kakak, atau abang, atau mas he.. he.."


"Ohh eh he he iya kak Zidni"


"Kabar kakak insya Alla baik. Salam untuk ibu ya, sudah lama tidak berjumpa"


"Oke kak"


"Oh iya nis, kamu baru kesini ya?"


"Iya kak baru.. baru hari ini"


Percakapan diantara mereka berdua mulai menuju topik yang jauh. Hingga..


"Nis, rumahmu dimana?"


"Euu.... untuk apa kakak bertanya rumahku? Apa itu penting?" dengan nada sedikit arogan karena ia merasa sangat terganggu. Ya lagipula aneh saja untuk apa seorang lelaki bertanya rumahnya, memang ia ingin melamar?!


"Tentu penting. Bagaimana kakak mau melamar danisha kalau tidak tahu rumahnya"


DEG! Seketika jantung Icha berhenti berdenyut, tak tahu kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya. Apa ini sebuah lelucon? Ini sangat konyol! Setelah sekian lama tak bertemu dan ketika bertemu kak Zidni hendak melamar?! Tak mungkin!


"Ah.. Ha .. Ha.. Ha.. kakak ada-ada saja. Pasti bercanda, Kakak kan sudah menikah untuk apa bertanya begitu"


"Tidak kakak serius dan kakak belum menikah! Danisha, apa mata kakak terlihat bohong? Apa wajah kakak terlihat sedang bercanda?"


Memang Icha melihat wajah dan matanya begitu serius, memancarkan cahaya kebaikan dan keteguhan akan ucapannya. Icha tak mampu berkata apa-apa, ia takut ini semua hanya tipuan belaka.


"Danisha, kakak tidak jadi menikah. Kakak ditipu calon kakak, mobil dan uang sudah hilang. dan yang lebih mengagetkan, calon kakak sudah memiliki anak dan suami. Kakak sudah lelah, kakak juga ingin memiliki pendamping dan menyempurnakan setengah agama kakak. Usia kakak sudah semakin dewasa, kakak juga ingin memiliki keturunan. Kakak sedih melihat ibu setiap hari menangis, karena kebahagiaan anaknya hilang dan tak terpancar kembali. Kakak sangat terpukul akan hal itu, Ibu kakak sangat menginginkan seorang cucu. Saat itu kakak sangat bingung, tak tahu harus bagaimana. Kakak memohon ampunan dan petunjuk, hingga Ibu bilang bahwa ibu teringat dengan kamu nis, Danisha Putri anak dari sobat lama ibu. Ibu bilang pada kakak kalau dia sangat ingin Danisha jadi menantunya. Juga ibu Danisha sudah bilang kalau ia janji akan membantu kakak dan ibu. Jadi kakak rasa ini jawaban dan bantuannya."


"Emmm..."


Icha tak mampu berkata apa-apa. Perasaan bingung dan bahagia bercampur menjadi satu.


"Danisha.."


Icha masih belum bergeming, ia semakin bingung akan desakan dari Zidni


"Apa Danisha mau menikah dengan kakak?"


"Ta.. tapi apa ini tidak terlalu cepat? kita hanya bertemu beberapa kali saja! Menikah itu bukan main-main kak!"


"Kakak tahu danisha, kakak tahu. Apa di usia yang hampir berkepala tiga kakak masih main-main? Untuk apa bertemu sesering mungkin kalau beberapa kali saja hati sudah mantap untuk meminang?"


"Apa kakak yakin? Apa kakak mau menerima Icha yang tidak sempurna? Sifat Icha, fisik Icha?! Icha tidak sempurna, Icha cacat dari lahir. Icha tidak seperti wanita lain yang secara fisik sempurna, icha ... Icha ..hiks"


Mata Icha mulai berkaca-kaca. Ia teringat sekali akan gunjingan teman-temannya dulu yang mengatakan fisik Icha tidak sempurna. Icha teringat betul saat ketua osis di SMA nya tahu dan memperolok fisik Icha. Membuat hati dan jiwanya rapuh dan terluka. Icha merasa tidak pantas menjadi pendamping hidup seorang lelaki yang rupa dan fisiknya sangat sempurna. Icha bergeming, melihat keluar jendela, melihat akan bagaimana hidupnya esok, melihat apa yang harus ia katakan pada lelaki dihadapannya.


"Danisha, kenapa berkata begitu? Tidak ada manusia yang sempurna, kakak .. kakak juga tidak sempurna 100% . kakak masih banyak kekurangan, sifat jelek, dan Allah yang menutupi semua aib kakak hingga terlihat baik didepan orang lain.."


Icha tidak menghiraukan perkataan Zidni dan masih melihat keluar jendela


"Danisha, fisik tidaklah penting. Jasad ini jika sudah mati akan dimakan pula, kecantikan hati adalah kecantikan yang hakiki dan abadi. Kakak tidak melihat seseorang dari rupa dan fisiknya. Lagi pula kakak hanya membutuhkan wanita saleha untuk mendampingi kakak begitu pula calon anak-anak kakak kelak.. Danisha, apa kakak terlihat berkata bohong?"


Icha menatap Kak Zidni, dilihatnya kedua matanya yang mulai berkaca-kaca dan menunjukkan cinta sejati yang dalam. Perasaannya kini semakin bingung, tapi rasa bahagia dan rasa keinginannya itu menerima lamarannya begitu kuat dan semakin mendominasi.


"Ahh.. Apa yang harus aku lakukan? Hhh memang Icha sudah suka dengan kakak saat kita pertama bertemu. Saat kakak menjadi asisten dan sejak saat kakak pergi perasaan itu mulai berubah."


Zidni sedikit merasa kecewa mendengarnya, tetapi Icha belum selesai bicara


"Perasaan itu semakin kuat dan terus terpikirkan oleh Icha, rasa rindu dan rasa ingin bersama kakak terus mendominasi. Icha berdoa, icha tak ingin rasa ini disalahgunakan, Icha .. Icha .. Icha.. Icha semakin mencintai kakak"


Raut bahagia Zidni mulai terpancar dan menandakan kebahagiaan sejati.


"Icha menerima lamaran kakak"


"Alhamdulillahi rabbil alamin"


"Jadi, kapan kakak bawa keluarga kakak?"


"Sekarang!"














Bismillahirrahmanirrahim


"Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram padanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum:21)